feed me
Rabu, 25 April 2012


Jakarta - Ekspor bahan tambang seperti bauksit, bijih besi, dan nikel dianggap paling mudah untuk diekspor mentah-mentah layaknya 'Tanah Air' yang dijual. Para penambang ini umumnya perusahaan lokal yang mengantongi izin usaha pertambangan (IUP).

Menurut pengamat pertambangan yang merupakan mantan Direktur Eksekutif Asosiasi Indonesian Mining Association (IMA) Priyo Pribadi Soemarno kenyataanya walaupun IUP tersebut dikantongi perusahaan lokal, namun di baliknya adalah investor asing terutama dari China.

"Perusahan-perusahaan nikel misalnya, yang mengajuakn izin IUP adalah lokal, tetapi dibelakangnya adalah investor luar yang mem-back up, permodalan dan operasional, yang paling banyak dari China karena butuh banyak nikel, jadi yang di depan Indonesia belakang China," katanya kepadadetikFinance, Rabu (25/4/2012)

Menurutnya sudah seharusnya pemerintah mengetahui kondisi ini. Namun karena pemerintah pusat dan daerah saling menyalahkan maka praktik semacam ini tak bisa dikontrol.

"Seharusnya jangan saling menyalahkan, sehingga tidak ada kontrol, bebas, seharusnya dijaga," katanya.

Menurutnya perlu ada cetak biru untuk mengontrol aktivitas pertambangan khususnya mineral yang bisa dijual mentah. Hal ini menyangkut rencana pemerintah melakukan hilirisasi dengan mendorong investor mengembangkan smelternya di Indonesia.

Meskipun ia menggarisbawahi tidak semua mineral itu bisa diproses semuanya di dalam negeri, namun ada yang sebagian bisa. Hal ini menyangkut market khususnya soal suplai dan permintaan, juga soal efisiensi produksi, misalnya pengolahan bijih besi, nikel dan sebagainya harus menggunakan listrik yang murah agar bisa bersaing.

"Kalau timah itu di Bangka Indonesia produsen nomor 2, sehinga Indonesia kalau membatasi pengiriman bisa dikontrol oleh Indonesia, tapi kalau yang lain nikel tak bisa kontrol, negara lain banyak punya kita hanya urutan 5," katanya.

referensi :





Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2012 hanya surplus sebesar US$ 692,8 juta. Sementara itu secara komulatif terjadi surplus perdagangan Januari-Februari 2012 sebesar US$ 1,71 miliar.

"Jadi masih surplus," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin dalam acara konferensi pers di kantor BPS, Jakarta, Senin (2/4/2012)

Meski mengalami surplus perdagangan secara keseluruhan, Indonesia justru masih mengalami defisit perdagangan pada Februari dengan negara-negara tetangga seperti sektor ekspor non migas dengan Thailand defisit US$ 431 juta, meskipun dengan India pada Februari mengalami surplus US$ 457 juta dengan AS US$ 339 juta.
 

"Untuk Januari-Februari dengan China kita defisit US$ 1,47 miliar. Singapura defisit US$ 162 juta, Thailand defisit US$ 793,8 juta. Sedangkan degan Malaysia suplus US$ 652 juta, AS surplus US$ 786 juta, India surplus US$ 1,3 miliar," katanya.

Defisit perdagangan ini tak terlepas dari beberapa catatan impor Indonesia. Misalnya pada Februari 2012, impor Indonesia tercatat US$ 14,95 miliar atau naik 27,2% dibandingkan Februari 2011.

Sementara itu, secara kumulatif total impor Indonesia selama Januari-Februari US$ 29,51 miliar atau naik 21,39% (yoy). Sementara impor Non migas mencapai US$ 23 miliar atau naik 22.37% (yoy).

Berikut ini negara-negara yang barangnya paling banyak diimpor oleh Indonesia:

China US$ 4,41 miliar, Jepang US$ 3,59 miliar, Singapura US$ 1,71 miliar, ketiga negara ini memberikan komposisi impor Indonesia 42,18%. Sementara impor Indonesia dari Asean US$ 5,02 miliar atau naik 21,81%, impor dari Uni Eropa US$ 2,12 miliar atau 9,23%

Impor menurut golongan penggunaan barang selama Januari-Februari 2012:



§  Bahan baku 72,15% atau sebesar US$ 21,29 miliar turun dibandingkan tahun 2011 74,68%
§  Barang modal 20,17% atau US$ 5,95 miliar naik dibandingkan tahun lalu sebesar 17,34% 
§  Barang konsumsi 7,68% atau US$ 2,26 miliar turun dibandingkan tahun lalu US$ 7,98 %













Jakarta - Nilai ekspor Indonesia di Januari 2012 mencapai US$ 15,49 miliar atau naik 6,07% dibanding Januari 2011. Namun surplus perdagangan anjlok karena Indonesia tekor berdagang dengan China.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan surplus perdagangan Indonesia di Januari 2012 mencapai US$ 923,4 juta, turun dari Januari 2011 yang mencapai US$ 2,047 miliar.

BPS mencatat di Januari 2012 perdagangan Indonesia dengan China mengalami defisit US$ 1,174 miliar, padahal pada Januari 2011 defisit masih mencapai US$ 654,9 juta.

Kemudian dengan Singapura, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan sebesar US$ 125,7 juta. Kepada Thailand, juga defisit US$ 350,6 juta, dengan Jepang defisit US$ 136,4 juta. Sementara dengan Malaysia, perdagangan Indonesia surplus US$ 444,8 juta.

Adapun nilai ekspor Indonesia di Januari 2012 mencapai US$ 15,49 miliar, naik 6,07% dari Januari 2011. Ekspor non migas mencapai US$ 12,52 miliar atau naik 4,4%.

Ekspor non migas terbesar di Januari 2012 adalah untuk bahan bakar mineral yang mencapai US$ 2,17 miliar. Sementara ekspor lemak dan minyak hewan/nabati mencapai US$ 2,14 miliar. 

Negara tujuan ekspor Indonesia tertinggi adalah Jepang US$ 1,61 miliar, China US$ 1,36 miliar, AS US$ 1,2 miliar. Ketiga negara ini memiliki pangsa pasar ekspor 33,26%. Sisanya adalah ke ASEAN dan Uni Eropa.

Sementara nilai impor Indonesia di Januari 2012 adalah US$ 14,57 miliar atau naik 16,02% dibanding Januari 2011. Sementara impor migas US$ 2,99 miliar dan impor non migas US$ 11,58 miliar.

Tiga negara yang paling 'rajin' mengimpor barang ke Indonesia adalah China dengan nilai US$ 2,53 miliar, Jepang US$ 1,74 miliar, dan Singapura US$ 850 juta.







referensi : 


http://finance.detik.com/read/2012/03/01/115716/1855277/4/makin-tekor-dagang-sama-china-surplus-perdagangan-ri-anjlok





jakarta - Produksi gas rata-rata pada 2012 mencapai 8.633 mmscfd dan sebagian besar diekspor keluar negeri. Kenapa? Karena lebih menguntungkan dari pada menjual ke domestik. Pasalnya, selisih harga antara harga luar negeri dengan domestik mencapai Rp 100 triliun per tahun.


Hal tersebut seperti diungkapkan Kepala Divisi Humas, Sekuriti dan Formalitas BP Migas, Gde Pradnyana mengatakan harga gas untuk domestik lebih murah dibandingkan harga jual gas yang diekspor, selisihnya sekitar US$ 6 per British Thermal Unit (mmbtu).

"Saat ini harga rata-rata gas ekspor sebesar US$ 12 per mmbtu atau sekitar US$ 72 per boe (Barel Oil Equivalent) atau kira-kira setara dengan 6 juta British Thermal Unit atauu mmbtu), sementara harga gas kita ke pasar domestik saat ini rata-rata hanya separuhnya, atau sekitar US$ 6-7 per mmbtu atau setara US$ 36 per boe," ungkap Gde kepada detikFinance, Rabu (25/4/2012).

Menurut Gde, kalau dibandingkan dengan harga gas ke pasar domestik yang rata-rata hanya US$ 6 per mmbtu. Maka tampak bahwa industri hulu migas memberikan "subsidi" (dari selisih harga ekspor terhadap domestik sebesar US$ 36 per boe) ke pembeli domestik.

"Gas yang dibeli domestik minimal sebesar 56% x produksi gas 1,5juta boe per day x selisih harga ekspor dan domestik US$ 36 per boe = US$ 30,24 juta per hari atau US$ 11 miliar/tahun," rinci Gde.
Gde bilang, jika dengan kurs dolar Rp 9000 maka selisih harga ekspor terhadap domestik ini mencapai hampir Rp.100 trilun/tahun.

"Dengan kurs US$ Rp 9.000 dikali US$ 11 miliar per tahun sama dengan Rp 100 triliun per tahun," ucap Gde. Artinya jika menjual gas ke domestik sekitar 56% dari produksi gas 1,5 juta boe per daya selama setahun Rp 100 triliun melayang.

Sebelumnya, Anggota Komiter Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), Qoyum Tjandranegara, mengatakan selama ini banyak pihak mempermasalakan produksi minyak mentah Indonesia turun 20-30 ribu barel per hari.

"Tapi hampir tidak ada orang mempermasalahkan gas bumi yang diekspor hampir mencapai 800.000 berel oil equivalen (boe) per hari dengan harga hanya 55% dari hari Bahan Bakar Minyak (BBM)," ungkap Qoyum, di Jakarta, Senin (23/4/2012).
Diungkapkan Qoyum, ekspor gas bumi mencapai 800.000 boe/hari tersebut dalam setahun negara merugi sekitar Rp 183 triliun. Sedikit? Tentu tidak.




pendapat saya : harusnya pemerintah sudah dapt membenahi aturan tersebut dari awal sehingga kita tidak kecolongan melulu padahal uang yang begitu bnyak tersebut bisa di gunakan untuk kesejahteraan bangsa

referensi :



BAB II
BENTUK DAN JENIS
SURAT UTANG NEGARA
Pasal 2
(1) Surat Utang Negara diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat.
(2) Surat Utang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk
yang diperdagangkan atau dalam bentuk yang tidak diperdagangkan di Pasar
Sekunder.
Pasal 3
(1) Surat Utang Negara terdiri atas :
a. Surat Perbendaharaan Negara;
b. Obligasi Negara.
(2) Surat Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga
secara diskonto.
(3) Obligasi Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara
diskonto.










BAB III
TUJUAN PENERBITAN
SURAT UTANG NEGARA
Pasal 4
Surat Utang Negara diterbitkan untuk tujuan sebagai berikut:
a. membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas
penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam satu tahun anggaran;
c. mengelola portofolio utang negara.


BAB IV
KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN
Pasal 5
(1) Kewenangan menerbitkan Surat Utang Negara untuk tujuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 berada pada Pemerintah.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksana-kan oleh Menteri.
Pasal 6
Dalam hal Pemerintah akan menerbitkan Surat Utang Negara untuk tujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Menteri terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia.
Pasal 7
(1) Penerbitan Surat Utang Negara harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan atas nilai bersih
maksimal Surat Utang Negara yang akan diterbitkan dalam satu tahun anggaran.
(3) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diberikan pada saat pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(4) Dalam hal-hal tertentu, Menteri dapat menerbitkan Surat Utang Negara melebihi nilai
bersih maksimal yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dewan
Perwakilan Rakyat dan dilaporkan sebagai Perubahan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun yang bersangkutan.
Pasal 8
(1) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat mengenai penerbitan Surat Utang Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) meliputi pembayaran semua kewajiban
bunga dan pokok yang timbul sebagai akibat penerbitan Surat Utang Negara
dimaksud.
(2) Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok setiap Surat Utang Negara pada saat
jatuh tempo.
(3) Dana untuk membayar bunga dan pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahun sampai
dengan berakhirnya kewajiban tersebut.
(4) Dalam hal pembayaran kewajiban bunga dan pokok dimaksud melebihi perkiraan
dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Menteri melakukan pembayaran dan
menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat
dalam pembahasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB V
PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA
Pasal 9
(1) Pengelolaan Surat Utang Negara diselenggarakan oleh Menteri.
(2) Pengelolaan Surat Utang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya
meliputi:
a. penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan Surat Utang Negara termasuk
kebijakan pengendalian risiko;
b. perencanaan dan penetapan struktur portofolio utang negara;
c. penerbitan Surat Utang Negara;
d. penjualan Surat Utang Negara melalui lelang dan/atau tanpa lelang;
e. pembelian kembali Surat Utang Negara sebelum jatuh tempo;
f. pelunasan;
g. aktivitas lain dalam rangka pengembangan Pasar Perdana dan Pasar Sekunder
Surat Utang Negara.
Pasal 10
(1) Dalam rangka mendukung penyelenggaraan pengelolaan Surat Utang Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Menteri membuka rekening yang merupakan
bagian dari Rekening Kas Negara.
(2) Tata cara pembukaan dan pengelolaan rekening sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 11
Setiap Surat Utang Negara mencantumkan sekurang-kurangnya:
a. nilai nominal,
b. tanggal jatuh tempo,
c. tanggal pembayaran bunga,
d. tingkat bunga (kupon),
e. frekuensi pembayaran bunga,
f. cara perhitungan pembayaran bunga,
g. ketentuan tentang hak untuk membeli kembali Surat Utang Negara sebelum jatuh
tempo,
h. ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.
Pasal 12
(1) Kegiatan penatausahaan yang mencakup pencatatan kepemilikan, kliring dan
setelmen, serta agen pembayar bunga dan pokok Surat Utang Negara dilaksanakan
oleh Bank Indonesia.
(2) Dalam menyelenggarakan kegiatan penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Bank Indonesia wajib membuat laporan pertanggungjawaban kepada Pemerintah.
Pasal 13
(1) Menteri menunjuk Bank Indonesia sebagai agen untuk melaksanakan lelang Surat
Perbendaharaan Negara di Pasar Perdana.

(2) Menteri dapat menunjuk Bank Indonesia sebagai agen untuk melaksanakan lelang
Obligasi Negara di Pasar Perdana.
(3) Ketentuan mengenai metode lelang, jadwal pelaksanaan lelang, kriteria peserta
lelang, dan hasil akhir lelang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 14
Menteri dapat menunjuk Bank Indonesia dan/atau pihak lain sebagai agen untuk
melaksanakan pembelian dan penjualan Surat Utang Negara di Pasar Sekunder.
Pasal 15
Pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan perdagangan Surat Utang Negara
dilakukan oleh instansi pemerintah yang melakukan pengaturan dan pengawasan di
bidang pasar modal.
BAB VI
AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI
Pasal 16
(1) Menteri wajib menyelenggarakan penatausahaan dan membuat pertanggungjawaban
atas pengelolaan Surat Utang Negara dan dana yang dikelola.
(2) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan sebagai
bagian dari pertanggungjawaban pelaksa-naan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
Pasal 17
Menteri wajib secara berkala memublikasikan informasi tentang:
a. kebijakan pengelolaan utang dan rencana penerbitan Surat Utang Negara yang
meliputi perkiraan jumlah dan jadwal waktu penerbitan;
b. jumlah Surat Utang Negara yang beredar beserta komposisinya, termasuk jenis
valuta, struktur jatuh tempo dan tingkat bunga.
Pasal 18
Tata cara penatausahaan, pertanggungjawaban, dan publikasi informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

 referensi : 



FATWA MUI TENTANG PERDAGANGAN VALAS

Mungkin banyak sebagian dari kita berpikiran bahwa perdangan saham adlah haram karena tidak sesuai dengan syariat islam yang berlaku berikut ini adlah penjelasan dari berbgai sumber yang saya dapatkan

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf).

MENIMBANG :

a.Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan,seringkali diperlukan transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.

b. Bahwa dalam 'urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual belimata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandang ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.

c. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai denganajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharfuntuk dijadikan pedoman.

MENGINGAT :

" Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2]:275: "...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..."

" Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'idal-Khudri:Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya jual beli itu hanyaboleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)' (HR.al-baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

" Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah,dengan teks Muslim dari 'Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda:"(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengasyarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnyaberbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.".

" Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah,dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: "(Jual-beli)emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai."..

" Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama(nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain;janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) danjanganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlahmenjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.

" Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara' bin 'Azib dan Zaid bin Arqam :Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidaktunai).

" Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: "Perjanjian dapatdilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkanyang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikatdengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halalatau menghalalkan yang haram."

" Ijma. Ulama sepakat (ijma') bahwa akad al-sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu.

MEMPERHATIKAN:

1. Surat dari pimpinah Unit Usaha Syariah Bank BNI no. UUS/2/878

2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H/ 28 Maret 2002.



MEMUTUSKAN

Dewan Syari'ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF).

Pertama : Ketentuan Umum

Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:

a.Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).

b.Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).

c.Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).

d.Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.

Kedua : Jenis-jenis transaksi Valuta Asing

a.Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asinguntuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannyapaling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh,karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai prosespenyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksiinternasional.

b.Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yangnilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktuyang akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnyaadalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yangdiperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari,padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengannilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreementuntuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).

c.Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valasdengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualanvalas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandungunsur maisir (spekulasi).

d.Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangkamembeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlahunit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhirtertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuanjika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dandisempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA

REFERENSI :
http://www.semestabjn.page4.me/hukum_forex.html


Artikel ini membahas tentang ketetuan undang – undang tentang perbankan syariah


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2008
TENTANG
PERBANKAN SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa sejalan dengan tujuan pembangunan nasional
Indonesia untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan
makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, dikembangkan
sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan,
kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang sesuai
dengan prinsip syariah;

b. bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan jasa-jasa
perbankan syariah semakin meningkat;

c. bahwa perbankan syariah memiliki kekhususan dibandingkan
dengan perbankan konvensional;

d. bahwa pengaturan mengenai perbankan syariah di dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 belum spesifik sehingga perlu diatur secara
khusus dalam suatu undang-undang tersendiri;


e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perbankan Syariah;

Mengingat:
1. Pasal 20 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3790);

3. Undang-Undang ...
- 2 -
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4357);

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4420);

5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4756);


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG–UNDANG TENTANG PERBANKAN SYARIAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.

2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
3. Bank ...

3. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan
jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank
Perkreditan Rakyat.

5. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.

6. Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Konvensional yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.

7. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.

8. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.

9. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.

10. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS,
adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum
Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor
cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang
pembantu syariah dan/atau unit syariah.

11. Kantor Cabang adalah kantor cabang Bank Syariah yang
bertanggung jawab kepada kantor pusat Bank yang
bersangkutan dengan alamat tempat usaha yang jelas
sesuai dengan lokasi kantor cabang tersebut melakukan
usahanya.

12. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan
oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa di bidang syariah.
13. Akad ...
- 4 -
13. Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah
atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan
Prinsip Syariah.

14. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah
Penyimpan dan Simpananannya serta Nasabah Investor
dan Investasinya.

15. Pihak Terafiliasi adalah:
a. komisaris, direksi atau kuasanya, pejabat, dan
karyawan Bank Syariah atau Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS;
b. pihak yang memberikan jasanya kepada Bank
Syariah atau UUS, antara lain Dewan Pengawas
Syariah, akuntan publik, penilai, dan konsultan
hukum; dan/atau

c. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut
serta memengaruhi pengelolaan Bank Syariah atau
UUS, baik langsung maupun tidak langsung, antara
lain pengendali bank, pemegang saham dan
keluarganya, keluarga komisaris, dan keluarga
direksi.

16. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank
Syariah dan/atau UUS.

17. Nasabah Penyimpan adalah Nasabah yang menempatkan
dananya di Bank Syariah dan/atau UUS dalam bentuk
Simpanan berdasarkan Akad antara Bank Syariah atau
UUS dan Nasabah yang bersangkutan.

18. Nasabah Investor adalah Nasabah yang menempatkan
dananya di Bank Syariah dan/atau UUS dalam bentuk
Investasi berdasarkan Akad antara Bank Syariah atau
UUS dan Nasabah yang bersangkutan.

19. Nasabah Penerima Fasilitas adalah Nasabah yang
memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan
dengan itu, berdasarkan Prinsip Syariah.
20. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah
kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad
wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
21. Tabungan ...
- 5 -
21. Tabungan adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah
atau Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi
tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
22. Deposito adalah Investasi dana berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan Akad antara
Nasabah Penyimpan dan Bank Syariah dan/atau UUS.
23. Giro adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah
pembayaran lainnya, atau dengan perintah
pemindahbukuan.
24. Investasi adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah
kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Deposito,
Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
25. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan
musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau
sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah,
salam, dan istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang
qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah
untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi
hasil.
26. Agunan . . .
- 6 -
26. Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda
bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan
oleh pemilik Agunan kepada Bank Syariah dan/atau UUS,
guna menjamin pelunasan kewajiban Nasabah Penerima
Fasilitas.
27. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan Akad
antara Bank Umum Syariah atau UUS dan penitip,
dengan ketentuan Bank Umum Syariah atau UUS yang
bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas
harta tersebut.
28. Wali Amanat adalah Bank Umum Syariah yang mewakili
kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan Akad
wakalah antara Bank Umum Syariah yang bersangkutan
dan pemegang surat berharga tersebut.
29. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu Bank atau lebih untuk menggabungkan diri
dengan Bank lain yang telah ada yang mengakibatkan
aktiva dan pasiva dari Bank yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada Bank yang menerima
penggabungan dan selanjutnya status badan hukum
Bank yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
30. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
dua Bank atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara
mendirikan satu Bank baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari Bank yang
meleburkan diri dan status badan hukum Bank yang
meleburkan diri berakhir karena hukum.
31. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan
untuk mengambil alih saham Bank yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas Bank tersebut.
32. Pemisahan adalah pemisahan usaha dari satu Bank
menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.


Referensi : http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Undang-undang+BI/