feed me
Minggu, 05 Januari 2014


Rudi Rubiandini dan Pengkhianatan Kaum Intelektual


Jakarta - Rudi Rubiandini tengah menghadapi proses hukum kasus suap. Mantan Kepala SKK Migas ini mengakui dirinya menerima gratifikasi dari perusahaan migas Kernel Oil. Lepas dari soal jabatan yang pernah diembannya, sosok Rudi yang profesor di perguruan tinggi ternama ITB membuatnya dikecam.
"Penangkapan Rudi ini menegaskan bahwa korupsi tidak saja dilakukan politisi namun akademisi juga. Ini sungguh mengkhawatirkan, Rudi pemilik gelar tertinggi di perguruan tinggi ikut merusak reputasi baiknya kaum intelektual," jelas aktivis Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok, Kamis (15/8/2013).

"Ini jelas pengkhianatan kaum intelektual," tambahnya.
Menurut dia, Rudi dipandang selama ini sebagai akademisi, dosen teladan. Berangkat dari jejaknya selaku akademisi, tentu diharapkan sumbangsihnya untuk bangsa.

"Rudi ini telah mencoreng kaum intelektual yang dicirikan penjaga moral dan etika, penyeru kebenaran," jelasnya.

Apa yang dilakukan Rudi, menerima suap ratusan ribu dolar AS, membuat anggapan kaum inteletual sebagai pemilik integritas dan independen runtuh sekeketika. Karenanya mendesak agar segera dilakukan upaya penyelamatan nama baik dan nama besar kaum intelektual.

"ITB segera mengusulkan kepada Mendikbud untuk mencabut gelar Profesor pada Rudi. Dan mendesak agar Mendikbud segera mencabut gelar profesornya, ini upaya pertama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada akademisi," urainya.

Jamil juga menyarankan agar Mendikbud memperhitungkan kembali pemberian gelar profesor, jangan dilihat dari sisi kecerdasan dan pengabdian akademik saja, memiliki integritas tinggi dan tidak pernah berbuat tercela harus jadi syarat penting.


"Sekaligus membuka proses penilaian pemberian gelar profesor yang selama ini tertutup, agar akuntabilitasnya juga ada, karena jika ada profesor yang korupsi, Mendikbud harus ikut juga bertanggung jawab. Bertanggung jawab secara moral setidaknya," tutupnya.

KPK telah menetapkan S, A dan Rudi dalam kasus suap ini. Penangkapan pertama KPK berhasil mendapatkan barang bukti senilai US$ 400 ribu. Setelahnya, KPK melakukan penggeledahan dan menemukan uang di rumah Rudi sebanyak US$ 90.000 dan 127 ribu dollar Singapura. 

"Di rumah A ditemukan uang sebesar US$ 200 ribu," ucapnya. 


Opini : ini membuktikan bahwa para kaum intelektual pun bisa saja terperosok, padahal penghasilannya mencapai hamper 270 juta / bln, ternyata uang sebesar itu tidaklah cukup. Korupsi bisa di lakukan oleh siapa saja tidak terbatas pada politisi, tetapi juga akademisi.

Korupsi di SKK Migas membuka mata kita bahwa korupsi di bidang migas sangatlah besar dan baru tersentuh KPK. Penangkapan kepala SKK Migas hanyalah sebuah puncak gunung es, saya yakin jika KPK terus menelusuri dan juga jika Rudi mau  bekerja sama  dengan membuka informasi seluas – luasnya yang dia ketahui. pasti korupsi di industri migas akan terbuka seluas – luasnya.

Korupsi Kepala SKK Migas mungkin di sebabkan sang professor Rudi Rubiandini terpengaruh oleh orang- orang sekitar di lingkungan kerja atau beliau terlenah dengan gaya hidup hedonis. Tengok saja barang bukti berupa motor gede merk BMW dan mobil mewah seharga ratusan juga di rumah beliau saat tim KPK mengeledah, belum lagi hobi beliau main golf. Golf adalah olahraga yang sangat mahal dan biasanya hanya di ikuti oleh orang – orang menengah ke atas.

Industry migas merupakan bisnis yang sangat besar. Setiap tahun hampir 300 triliun rupiah Negara mendapatkan pemasukan dari industry migas. Dan sudah rahasia umum jika seseorang bekerja di industri migas sudah tentu pasti orang menengah ke atas dan pastinya memilkiki asset miliaran rupiah.

Untuk menghindari tindak pidana korupsi seharusnya pemerintah lebih terbuka dan transparan terhadap tender maupaun proyek dan cost recovery di industri migas. Mungkin saja Banyak kontraktor nakal menyuap oknum para pegawai di BP Migas (BP Migas sblm di ubah menjadi SKK Migas). agar biaya operasional yang seharusnya di tanggung kontraktor tetapi malah di masukan ke dalam cost recovey. nantinya kontraktor mendapatkan uang pengganti dari pemerintah.

Saya harap pemerintah bersama DPR jika melakukan Uji Fit and Proper Test kepada para calon pejabat publik harus lebih selektif dan proaktif. Contohnya mendangarkan terlebih dahulu aspirasi dari masyarakat serta melihat track record terlebih dahluu, sehingga pejabat publik yang telah terpilih tidak hanya pintar dan memenuhi kualifikasi tetapi  juga benar – benar orang yang mempunyai integritas dan kejujuran.

Saya yakin bahwa masih banyak pegawai di SKK Migas yang jujur dan bersih. Saya harap pemerintah terus menerus melakukan perbaikan di lembaga Negara tersebut, mengingat indusrtri migas memegang peran vital bagi hajat hidup orang banyak.


 Pegawai Ditjen Pajak Didakwa Minta Ratusan Juta kepada Asep Hendro

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Pargono Riyadi karena meminta suap dari PT Asep Hendro Racing Sport milik Asep Yusuf Hendra Permana alias Asep Hendro.

Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (1/8/2013), JPU KPK Supardi, dalam surat dakwaan menyebutkan bahwa perbuatan terdakwa yang meminta uang Rp 600 juta adalah perbuatan yang melanggar undang-undang pemberantasan tipikor.

"Perbuatan terdakwa meminta uang kepada Asep Yusuf Hendra Permana sebesar Rp 600 juta hingga menjadi Rp 125 juta dengan ancaman Asep Yusuf Hendra Permana akan dijadikan tersangka perkara pajak jika tidak memenuhinya, serta menerima uang sebesar Rp 75 juta dari Asep Yusuf Hendra Permana adalah bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri yaitu menguntungkan terdakwa," kata JPU Supardi.

JPU membeberkan pada 2007, Asep Hendro, sebagai wajib pajak pribadi pada KPP Pratama Garut, melakukan SPT Pembetulan terhadap pajak tahun pajak 2006, yang sebelumnya menggunakan faktur-faktur yang diterbitkan PT. Prama Cipta Kemilau dan telah membayar kekurangan pajak tahun 2006 ke KPP Pratama Garut sebesar Rp 334.020.000,00.

Pada 10 September 2012, Pargono ditunjuk sebagai supervisor dalam pemeriksaan bukti permulaan pajak atas nama PT PCK yang diduga menerbitkan faktur pajak fiktif untuk digunakan oleh para wajib pajak termasuk wajib pajak pribadi Asep Hendro.

Desember 2012, Pargono memanggil Asep. Pargono meminta Asep membawa dokumen SPT Masa PPN lengkap dengan pembetulannya, serta faktur yang diterbitkan oleh PT PCK.

Asep kemudian memerintahkan Manajer Keuangan PT AHRS, Sudiarto Budiwiyono, dan Rukimin Tjahyanto alias Andreas mengurusi pajak pribadi Asep tahun 2006, berikut pembetulannya. Asep meminta keduanya mewakilinya memenuhi panggilan Pargono.

Di Kanwil DJP Jakarta Pusat, Sudiarto dan Rukimin, menemui Pargono dan Suryanta rekan terdakwa. Sudiarto menyampaikan SPT pembetulan terhadap SPT Masa PPN tahun pajak 2006 atas nama Asep telah disetor ke KPP Garut.

Sudiarto juga menyerahkan dokumen berupa fotocopy bukti setor PPN, print out dari Sistem Perpajakan Nasional yang berisi laporan normal, laporan pembetulan PPN, tanggal dan jumlah setor PPN normal berikut pembetulan yang diminta oleh KPP Garut Pratama.

"Saat itu terdakwa menyampaikan pula bahwa dokumen lainnya yang diminta sesuai surat panggilan agar diserahkan sendiri oleh Asep Yusuf Hendra Permana," kata JPU.
Maret 2013, Pargono menelepon Sudiarto dan menyampaikan bahwa posisi Asep bisa dikatakan ringan dan bisa dikatakan berat.

"Maunya penyelesaian seperti apa, dan apabila sudah dibayar agar bukti pembayarannya diserahkan kepada terdakwa," kata JPU.

Pargono menanyakan kepada Sudiarto apakah Asep mau dijadikan tersangka atau cukup sebagai saksi. Sudiarto menjawab agar Asep jadi saksi saja.

Pargono juga menyampaikan bahwa kapasitas Asep adalah turut serta dengan ancaman hukuman pidana denda 400 persen dari pajak kurang bayar, sehingga pidana denda seluruhnya mencapai Rp 1,2 miliar.
"Oleh karena itu, sebagai kompensasi agar Asep Yusuf Hendra Permana tidak menjadi tersangka, terdakwa meminta kepada Sudiarto Budiwiyono supaya Asep Yusuf Hendra Permana memberikan uang sebesar Rp 600 juta kepada terdakwa," kata JPU.


Opini : kasus ini mebuktikan bahwa mental para pegawai negeri sipil masih sangat rendah, padahal pegawai negeri sipil setiap tahunnya menerima kenaikan gaji yang di sesuaikan dengan inflasi, belum lagi fasilitas rumah dinas, kendaraan dinas, asuransi kesehatan, serta tunjangan yang lainnya.

Khusus pegawai di departemen keuangan bahkan pemerintah memberikan remunerasi yaitu tambahan gaji agar para pegawai di departemen keuangan tidak melakukan korupsi, mengingat kekuasaan dan jabatan yang rentan terhadap peyalahgunaan wewenang. Apalagi sektor pajak merupakan sumber pemasukan Negara terbesar, hampir 700 triliun APBN berasal dari sektor pajak dan cukai.

Masih ingat kah kita kasus gayus yang merupakan pegawai negeri golongan 3A di direktorat jenderal pajak, tetapi memiliki asset hingga ratusan miliar, padahal penghasilan perbulannya hanya sekitar 9 - 12 juta juta. Tampaknya kasus pargono dengan pengusaha asep hendro membuktikan bahwa mungkin masih banyak oknum pegawai direktorat jendral pajak semacam gayus tambunan - jilid 4, 5, 6 dan seterusnya yang belum tertangkap.

Dampak terburuk kasus ini adalah turunnya kepercayaan masyarakat, pada umumnya banyak masyarakat yang belum paham dan mengerti tentang peraturan perpajakan di Indonesia, sehingga mereka jadi takut berurusan dengan pajak, karena mereka takut di jadikan tersangka, yang intinya akan masuk penjara. padahal hal itu  hanya akal – akalan semata para pegawai pajak untuk kepentingan pribadi.

Modus yang paling sering di gunakan para oknum pajak adalah memanipulasi laporan pajak perorangan dan badan dan mengancam akan membawa ke jalur hukum, sehingga jalan damai yang tentu akan di pilih dengan imbalan sejumlah uang agar kasusnya di tutup.

Saya harap KPK melakukan penyelidikan dan penyidikan tidak berhenti kepada pargono, akan tetapi kepada rekan kerja dan para atasan. Mungkin saja akan terungkap kasus lain yang mungkin  lebih besar jumlahnya.

Saya berharap pemerintah segera memperbaiki sistem perpajakan, mulai dari perekrutan para pegawai pajak, dan perbaikan system, peraturan perundangan dan hal yang paling penting adalah pengawasan, sebaiknya pemerintah membuat badan independen di luar departemen keuangan, yang bertugas mengawasi lalu lintas keuangan. Sehingga nantinya uang hasil pajak tidak masuk ke kantong pribadi oknum pegawai pajak, tetapi dapat di gunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

Saya optimis jika pemerintah melakukan perbaikan dengan benar, 5 – 10 thn ke depan maka pendapatan dari pajak sepenuhnya dapat di gunakan untuk kemakmuran masyarakat. Dan saya percaya bahwa masih banyak orang baik, jujur dan benar di direktorat jendral pajak.